Kolom Juara R. Ginting: RELEVANSI RIDWAN KAMIL BAKAL CAWAPRES GANJAR PRANOWO

Ada beberapa nama yang dikabarkan kemungkinan menjadi bakal Cawapresnya Ganjar Pranowo (PDIP). Agak lama bertahan nama Sandiaga Uno sebagai terkuat diantara para bakal Cawapres yang menurut Puan Maharani sudah mengerucut menjadi lima.

Hari ini [Rabu 6/9], mencuat secara mengejutkan nama Ridwan Kamil (RK) sebagai bakal Cawapres PDIP yang lainnya.

Kita sebagai pengamat dari luar tidak mengetahui secara pasti apa saja pertimbangan PDIP menempatkan RK sebagai salah satu diantara beberapa bakal Cawapres PDIP untuk Pilpres 2024. Akan tetapi kita bisa membuat perhitungan dari luar seperti menonton pertandingan catur.

Pada tahap sekarang, langkah deklarasi bakal Cawapres maupun penambahan dan pengurangan partai koalisi akan mempengaruhi penempatan bakal Cawapres maupun perubahan koalisi dari Capres lainnya. Seperti langkah-langkah catur. Langkah catur seseorang tergantung pada langkah catur sebelumnya dan dugaan langkah-langkah berikutnya yang dilakukan pihak lawan.

Hengkangnya PKB ke Koalisi Perubahan dan bersedianya Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menjadi bakal Cawapres berpasangan dengan Anies Baswedan bisa dikatakan “mendapatkan durian runtuh” bagi Nasdem maupun Surya Paloh sebagai Ketua Umum Partai Nasdem.

Kalaupun Partai Demokrat (PD) dan Partai Kesejahteraan Sosial (PKS) keluar dari koalisi ini, Nasdem dan PKB telah memiliki cukup jumlah kursi di DPR RI untuk mencalonkan satu pasangan Presiden dan Wakil Presiden RI.

Selain itu, PKB punya basis kuat di Jawa Timur. Ini tentu sangat penting bagi Surya Paloh untuk kecipratan pula mendulang suara dari Jawa Timur bagi pemilih-pemilih yang bukan anggota maupun simpatisan PKB tapi melihat PKB masih beraroma NU.

Aroma NU yang dibawa oleh PKB memang problematis bagi NU sendiri. Para anggota dan simpatisan NU di Jawa Timur adalah pemilih tradisional alias fanatik. Meski Ketua Umum NU sudah menyerukan kalau NU tidak berpolitik dan tidak mendukung Capres maupun Cawapres yang manapun juga, secara psikologis mereka akan ditarik oleh kekuatan solidaritas untuk memilih seseorang yang paling dekat dengan NU kalau tidak ada kandidat lain yang jelas-jelas mewakili NU.

Pertanyaannya, apakah ada koalisi lain yang akan menempatkan Cawapresnya untuk merebut suara Jawa Timur yang merupakan basisnya NU?

Yenni Wahid konon tidak kuat ke akar rumput meski populer sebagai putri Gus Dur. Khofifah Indar Parawansa pernah menjadi pertimbangan Koalisi Perubahan ketika PD masih berada di koalisi ini. Tapi, atas pertimbangan adanya persoalan tertentu, Kofifah dianggap bukan pilihan yang tepat.

PD kemungkinan besar akan bergabung dengan Koalisi PDIP. Tapi sepertinya Kofifah hampir bisa dipastikan berada di luar perhitungan PDIP mengingat persoalannya dengan Risma. Risma juga bukan pilihan baik karena dia adalah dari PDIP juga.

Bagaimana dengan Mahmuf MD? Pada Pilpres lalu, banya orang NU mengharapkan dia berpasangan dengan Jokowi sebagai Cawapres. Tapi pilihan akhirnya jatuh ke K.H. Ma’ruf Amin yang juga sangat didukung oleh NU.

Seperti pertimbangan Koalisi Perubahan untuk “melepas” Jawa Tengah ke Koalisi PDIP, atas saran Jokowi, PDIP kemudian menoleh ke Ridwan Kamil. Ridwan Kamil adalah sebuah senjata pamungkas untuk mendulang suara banyak di Jawa Barat.

Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur adalah tiga provinsi yang menjadi penyumbang suara terbanyak untuk Pemilu maupun Pilpres. Tentu saja perhitungan untuk Jawa Barat perlu menyertakan Banten. Demikian juga perhitungan untuk Jawa Tengah perlu menyertakan DI Yogjakarta.

Apakah DKI Jakarta yang juga lumbung suara nasional akan ke Anies Baswedan? Situasi Pilkada Jakarta tentu lain dengan situasi Pilpres. Tidak ada jaminan DKI Jakarta masih menjadi daerah pemenangan Anies Baswedan.

Bila dia masih memainkan politik identitasnya seperti di Pilkada lalu, justru itu yang akan menghancurkannya dalam Pilpres. Dan tentu saja PKB merasa mengalami kerugian besar karena merusak imago yang dibangunnya sebagai Islam nasionalis dengan mengangkat, misalnya, seorang Kristen sebagai Ketua PKB untuk Sumut.

Hanya saja masih ada masalah dengan Ridwan Kamil. Dia berafiliasi ke Golkar. Tapi ini juga bisa menjadi keuntungan besar bagi PDIP. Bila Ridwan Kamil keluar dari Golkar, ini bisa berarti Golkar terpecah dua. Ini terutama kali terjadi di Jawa Barat, Banten, dan Jakarta.

Bila Golkar tepecah dua, ini berarti melemahkan Koalisi Prabowo. Gerakan apa yang dilakukan oleh Prabowo bila Ridwan Kamil memang menjadi Cawapres PDIP? Kita nantikan saja.

Sesuatu yang luar biasa akan terjadi bila Ridwan Kamil betul-betul menjadi Cawapres berpasangan dengan Ganjar Pranowo. Di dalam sejarah, selalu saja ada ketegangan antara Jawa Barat (plus Banten) dengan Jawa Tengah. Ketegangan bisa menunjukkan wajah Sunda versus Jawa atau Kerajaan Pajajaran dengan raja-raja Jawa atau Kodam Siliwangi dengan Kodam Dipenogoro.

Demikian juga sebenarnya ketegangan Jawa Tengah (plus Yojakarta) dengan Jawa Timur (plus Madura). Meskipun ketegangan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur tidak sekentara Jawa Barat dengan Jawa Tengah.

Ketegangan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah agak sebanding dengan ketegangan antara Karo dan Batak. Dua kali pemberontakan separatisme Negara Sumatera Timur dipimpin oleh orang Batak (Maludin Simbolon dan Boyke Nainggalan). Keduanya diberantas oleh Pasukan Jamin Ginting (Karo) atas bantuan RPKAD dari Pusat yang diperintahkan oleh Jenderal A.H. Nasution (Mandailing).

Di tataran pemuda, saat itu juga terjadi pertarungan antara para pemuda Karo dan pemuda Batak di Medan.

Sebelumnya telah terjadi pula peristiwa saling bunuh di Lau Renun (Taneh Pinem, Kabupaten Dairi). Secara administrasi pemerintahan daerah ini termasuk Kabupaten Dairi dan Kabupaten Dairi merupakan bagian Residen Tapanuli yang berpusat di Sibolga. Saat itu dipimpin oleh dr. F.L. Tobing. Sementara orang-orang Karo menganggapnya tanah ulayat Suku Karo.

Bila Ganjar Pranowo berpasangan dengan Ridwan Kamil, saya yakin PDIP akan memenangkan pertarungan di Jawa. Selanjutnya bisa memikirkan bagaimana memenangkan di daerah-daerah lain di luar Jawa.

Namun begitu, para pemilih di luar Jawa perlu mengantisipasi bahwa persaingan Pilpres seperti ini, bila GP dan RK berpasangan, 2 aspek penting untuk elekbelitas; yaitu agama dan suku. RK tidak hanya tokoh populer yang disenangi oleh rakyatnya, tapi juga dianggap mewakili suara Islam.

Selain mewakili suara Islam, RK juga adalah mewakili Pasundan. Pasundan kata dasarnya Sunda yang kemudian mendapat awalan Pa dan akhiran an sehingga menjadi Pasundan. Pasundan adalah endapan segala hal yang terkait dengan Manusia, Masyarakat, dan Budaya Sunda.

Di sisi lain, GP mewakili Kejawaan. Saya tidak sebut Kejawen karena kata ini punya konotasi lain yang sinonim dengan Islam Abangan yang artinya kelas terendah yang keislamannya sangat tipis. Bukan itu maksud saya dengan menggunakan istilah Kejawaan yang sebenarnya sama saja dengan Pasundan.

Hendaknya jangan terjadi saling ketersinggungan dalam hubungan berpasangannya kedua tokoh ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.