Kolom Muhammad Riza: HTI SUDAH TAMAT, SELANJUTNYA BERSIHKAN PERGURUAN TINGGI DARI BAHAYA LATEN RADIKALISME

Sudah benar dengan apa yang dilakukan pemerintah terhadap bahaya intoleransi, bahkan radikalisme yang sudah masuk ke kampus-kampus. Tindakan ini bukan sentimen atau ‘baper’, tapi antisipasi terhadap bahaya terorisme nantinya. Bukan pula menganggap Islam identik dengan terorisme. Justru hal ini dilakukan agar stigma masyarakat dunia, terutama kita, terhadap Islam tidak berpikir ke arah sana ( Lihat DISINI ).

Kira-kira 25 tahun lalu, berdasarkan pengalaman pribadi, di kampus-kampus hampir setiap mahasiswa pernah mengalami ‘gesekan’ dengan gerakan infiltrasi Islam garis keras yang sengaja mencari/ merekrut mahasiswa untuk jadi anggotanya. Seperti: Jamaah Usroh, Tarbiyah, NII, Ikhwanul Muslimin, dan sebagainya. Bukan disinyalir lagi, tapi faktanya bahwa kampus-kampus besar apalagi perguruan tinggi negeri menjadi target mereka. Anak-anak muda yang cerdas namun minim/ awam ilmu agama adalah sasaran empuk mereka.




Dakwah atau istilah mereka ’tilawah’ dengan cara mengkritik kinerja pemerintahan Suharto, walau sambil ‘berbisik’ karena khawatir ada orang lain yang mendengar, lalu menawarkan solusi agar ikut jamaah mereka dengan iming-iming surga dan “baldatun toyibatun wa rabbun ghafur”. Berjuang dengan pengorbanan amwal (harta) wa anfus (diri), bahkan status kemahasiswaan dari sebagian mereka korbankan demi ‘berjihad’ menjadi pengurus dalam struktur organisasinya.

Banyak mahasiswa yang cerdas dan kritis, menjadi seperti kerbau dicucuk hidungnya dengan dokrin “sami’na wa ato’na” manut-manut saja dengan apa kata pimpinan mereka. Membantah berarti bughot, dan menakut-nakuti dengan api neraka sebagai balasannya. Banyak mahasiswa yang kehilangan cita-cita dan harapan, bahkan sampai depresi.

Ini sungguh membahayakan dan merusak masa depan generasi muda, sebab mereka menaruh harapan besar pada pimpinan kelompoknya, namun hanya pepesan kosong belaka yang diterima. Bahkan banyak jamaah yang mereka manfaatkan untuk kepentingan bisnis pribadi dengan membentuk networking misalnya. Mungkin inilah yang dimaksud menjual ayat-ayat Allah dengan harga murah.

Itu kejadian seperempat abad lalu. Bisa jadi dari sebagian mahasiswa kelompok Ormas tadi ada yang sudah menjadi dosen, bahkan pimpinan di kampus seperti kasus ITS ini. Maka sebenarnya tindakan pemerintah membubarkan HTI saat ini bukan mendadak, tapi justru terlambat. Biarlah terlambat, asal sungguh-sungguh berupaya membersihkan perguruan tinggi terhadap bahaya laten radikalisme. Jangan sampai tunggu ‘meledak’ seperti di beberapa negara Timur Tengah yang telah porak-poranda karena terjadi perang saudara. Naudzubillah min dzalik.







Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.