Kolom Olguito M.X. Fernandes: NASIONALlS VS NASIONALlS

Jika kita melihat pada hasil survei Charta Politica tanggal 26-31 Oktober 2023 adalah sebagai berikut:

  1. GP-MMD = 36,8%.
  2. PS-GRR = 34,7%.
    Efek Jokowi = – 2,1% (minus).

Pada putaran ke dua :

  1. GP-MMD = 40,6%.
  2. PS-GRR = 43,5%.

Kalau melihat hasil survei pada putaran ke dua posisi PS-GRR belumlah aman karena masih butuh 6,5% + 1 suara sah. Demikian pula GP-MMD masih butuh 9,6% + 1 suara sah.

Apakah akan ada putaran ke tiga?

Hasil survei ini menarik karena pada putaran ke dua ternyata suara GP-MMD turun. Seharusnya naik. Nah inilah karakteristik pemilih lndonesia. Di satu sisi mereka belum berliterasi tentang tetek benget dan rekam jejak pasangan. Dari sisi inilah Koalisi GP-MMD bisa bermain cantik (salah satu yang bisa digoreng).

Memasuki masa kampanye (28 November 2023 – 10 Februari 2024) terlihat kedua kubu mulai panas. Pencopotan baliho GP-MMD di Bali, pidato Jokowi pada HUT Golkar, dan lain-lain. Bumbu-bumbunya akan semakin lezat.

Mengapa sudah mulai panas menjelang kampanye?

Jawaban saya sederhana. Semua dimulai dari oportunisme dan pengkhianatan Mahkamah Keluarga. Sebuah pengkhianatan akan membawa rasa sakit untuk balas dendam. Jika setelah quick count terjadi huru hara maka itu adalah kesalahan Mahkamah Keluarga. Pasti akan terjadi kecurangan. PDlP sudah mengancam, “Jangan menganggu banteng yang sedang tidur, karena akan brutal.”

Mahkamah Keluarga telah membuat demokrasi lndonesia semakin merosot. Dahulu penilaian terhadap demokrasi kita adalah demokrasi cacat. Sekarang menjadi “demokrasi cacat tetap total”. Bahkan media massa asing pun menyoroti kasus Mahkamah Keluarga ini.

Mahkamah Keluarga telah membuat sejarah baru dalam perpolitikan Indonesia. Bukan sejarah yang membuat harum tetapi sejarah yang berbau busuk.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.