Setelah Ribuan Tahun: KONFUSIANISME MASIH JADI PENGARUH BAGI BERBAGAI ORANG DI SELURUH DUNIA

ANG SAN MEI | BEIJING (Tiongkok) | Konfusius dianggap sebagai salah satu filsuf yang paling berpengaruh di dunia. Dalam dua milenium terakhir, kearifan Konfusius masih bertahan selama berbagai generasi dan tetap menjadi pengaruh bagi berbagai orang di seluruh dunia.

Muncul 2.500 tahun lalu, ide pertukaran dan dialog ala Konfusius, serta toleransi dan sikap saling memahami sangat berperan dalam peradaban Tiongkok, serta menjadi inspirasi bagi kegiatan pertukaran dan kerja sama antara peradaban yang berbeda-beda.

Menurut catatan sejarah, karya Konfusius diterjemahkan dalam beragam bahasa Eropa pada abad ke-16, serta turut membentuk banyak pemikir di Eropa saat itu dan setelahnya.

Di ajang China International Confucius Cultural Festival 2022 dan Nishan Forum on World Civilizations Ke Delapan yang digelar di kampung halaman Konfusius, Kota Qufu, Provinsi Shandong, Tiongkok Timur, hampir 200 akademisi dan berbagai pengunjung dari dalam dan luar negeri memperingati hari jadi Konfusius yang ke-2.573.

Mereka merayakan kearifan dan mengeksplorasi prinsip bersama yang dipegang umat manusia dalam berbagai jenis peradaban.

Relevansi Konfusianisme dalam era modern

Bagi filsuf asal Jerman, David Bartosch, Konfusianisme mengungguli filosofi lain dalam beragam peradaban.

“Pengaruhnya begitu besar, tak hanya di Tiongkok, juga Jepang dan Korea, bahkan tingkat internasional,” ujarnya.

Menurut Bartosch, kejeniusan Konfusius menghadirkan “bibit intelektual” yang ditemukan oleh setiap orang yang mempelajari karyanya”. Hal ini berbeda dari teori filsuf lain yang kerap mengembangkan “teori yang bersifat tetap”.

“Dia (Konfusius) menginginkan agar Anda menemukan pemikiran tersebut dengan cara Anda sendiri, dalam kehidupan Anda sendiri, hingga Anda membuat kesimpulan sendiri,” jelas Bartosch. 

Menurutnya, meski mengalami pasang surut dalam sejarahnya yang panjang, hukum Konfusius selalu muncul kembali, serta menjadi landasan untuk memadukan dan menyerap unsur lain yang merambah peradaban Tiongkok.

“Filosofi (Konfusianisme) ini seperti menanam sebuah pohon; meski akarnya tumbuh pada masa yang sangat lampau, namun pohon tersebut masih tetap tumbuh,” katanya.

Kearifan Konfusius mendukung perkembangan ekonomi di sejumah negara dan wilayah yang mengadopsinya. Beberapa pemikiran Konfusianisme memiliki pendekatan yang nyata, seperti ide tentang generasi masa depan dan pendidikan, seperti yang disampaikan Daniel Bell, Dekan, School of Political Science and Public Administration, Shandong University.

“Seluruh hal ini sangat kondusif bagi modernisasi,” katanya.

“Sosok yang bijak menginginkan harmoni, bukan keseragaman”, seperti pernyataan terkenal Konfusius. Hal ini menunjukkan, Konfusianisme bukan merupakan pendekatan yang dipahami komentator di dunia Barat, menurut Benjamin Cole, Department of Philosophy and Social Development, Huaqiao University.

Pernyataan tersebut juga menggarisbawahi sikap yang menghormati perbedaan individu, alih-alih menekankan pandangan identik, dan mengikuti pandangan serupa, seperti penjelasannya.

Di era modern, Konfusianisme relevan dengan ide tentang keterbukaan dalam masyarakat, toleransi, dan sikap menerima perbedaan karya, kebudayaan, serta latar belakang dalam masyarakat yang sama, menurut Cole.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.