SERUAN KEPRIHATINAN MASYARAKAT ANTROPOLOGI INDONESIA — Pesan Keteladanan Membangun Demokrasi yang Berdaulat dan Bermartabat

Ini bukan kali pertama kami, para antropolog Indonesia, berkumpul untuk menyatakan keprihatinan atas dinamika sosial politik yang terjadi yang menyebabkan darurat ke Indonesia-an. Maklumat kedaruratan pernah kami suarakan delapan tahun silam, pada 15 Desember 2016. Pada waktu itu kami menyampaikan pernyataan keprihatinan atas merebaknya dalam masyarakat sikap intoleran dan kecenderungan penggunaan kekerasan dalam menyikapi perbedaan suku, agama, ras, golongan, juga perbedaan pandangan.

Hari ini kami berkumpul kembali untuk menyerukan keprihatinan atas situasi dan kondisi negara dan bangsa yang kita semua cintai.

Kami sengaja berhimpun di Rumah Bung Hatta ini, karena beliau kami nilai sebagai sosok pemimpin-negarawan pemberi tauladan bagaimana cara berpolitik dengan santun, bermartabat, dan rendah hati; cara berpolitik yang tidak melihat kekuasaan dan jabatan sebagai sesuatu yang dapat digunakan secara semena-mena.

Sayang, semua pelajaran dan keteladanan berkenaan dengan nilai-nilai yang memuliakan sifat kejujuran, keadilan, sikap sportif, kesantunan, dan cara berpolitik yang bermartabat, yang telah diberikan Bung Hatta dan para tokoh pendiri bangsa ini, kini sepertinya telah sirna.

1) Kami prihatin menyaksikan lunturnya etika, moral, nilai kejujuran dan integritas berbangsa dan bernegara yang seyogyanya dijunjung tinggi.

2) Kami prihatin melihat munculnya praktik yang menormalkan politik kekerabatan dengan memanipulasi peraturan perundangan yang merusak nilai-nilai dasar demokrasi.

3) Kami prihatin akan banyaknya elite politik yang mereduksi demokrasi, hanya sebatas strategi berpolitik yang dilakukan dengan menghalalkan segala cara.

4) Kami prihatin atas perilaku politik transaksional uang dalam meraih kekuasaan.

5) Kami prihatin akan terjadinya manipulasi aturan-aturan hukum sebatas untuk
memperoleh kekuasaan.

6) Kami prihatin dan gusar atas terjadinya berbagai tindakan yang melegitimasi penyalahgunaan sumberdaya negara, termasuk bantuan sosial, untuk mendulang suara dalam pemilihan umum.

7) Kami prihatin dan gusar atas terjadinya pelemahan secara sistematis lembaga-lembaga negara demi berbagai kepentingan politik kelompok tertentu.

8) Kami prihatin akan adanya usaha-usaha melegitimasi politik uang, yang dipraktikkan secara vulgar, tanpa malu-malu lagi.

9) Kami prihatin atas adanya kenyataan bahwa korupsi malah dijadikan alat dan strategi untuk meraih kekuasaan.

10. Kami prihatin menyaksikan hilangnya budaya malu yang dipertontonkan oleh sebagian elite politik kita saat ini dan meluasnya budaya arogansi dalam praktek penyelenggaran kekuasaan dan demokrasi.

Persoalan carut-marutnya kondisi demokrasi kita saat ini perlu segera kita cari bersama solusinya. Di penghujung masa kampanye ini, masyarakat perlu tetap bersikap kritis dan terus mengawal nilai-nilai etik dan moral para calon presiden dan wakil presiden serta calon-calon legislatif, agar Pemilu 2024 dapat berlangsung secara jujur dan adil.

Presiden, para pejabat negara, serta para calon wakil rakyat harus menjadi sosok suri teladan dengan mengaktifkan nilai-nilai kejujuran dan kepatutan yang menjunjung tinggi moral luhur dalam demokrasi. Bukan justru menimbulkan kerancuan dan kebingungan akan mana nilai yang baik dan nilai yang buruk dalam praktik budaya demokrasi kita.

Kami menyerukan agar semua pihak kembali pada jati diri kita sebagai bangsa yang menjunjung tinggi etika dan moral dalam berpolitik. Kita tidak boleh lupa pada cita-cita Reformasi yang telah diperjuangkan dengan darah, air mata, dan nyawa. Para martir Reformasi tidak boleh mati sia-sia. Kita wajib terus menagih utang untuk mengadili para pelanggar HAM masa lalu dan meminta pertanggungjawaban mereka yang telah membunuh dan menghilangkan jasad para pejuang Reformasi.

Hari-hari ini kita menghadapi pertarungan nilai yang akan menentukan jati diri kita sebagai bangsa di masa depan. Apa yang akan terjadi pada generasi penerus dan anak cucu kita kelak, jika hari ini kita tidak mewariskan keteladanan yang dilandasi etika dan moral kejujuran, kesederhanaan, dan nilai-nilai dasar hak asasi manusia, agar dapat menjalani politik secara terhormat.

Pemilu seharusnya tidak hanya dilihat sekedar ajang politik untuk meraih kekuasaan, tetapi terutama sebagai sarana pendidikan karakter bangsa. Kita tengah menghadapi lagi masa darurat kebangsaan dan ke-Indonesia-an!


Jakarta, 9 Februari 2024
Atas nama seluruh warga masyarakat antropologi Indonesia,
Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI)
Forum Kajian Antropologi Indonesia (FKAI)
Asosiasi Departemen dan Jurusan Antropologi Seluruh Indonesia (ADJASI)
Jaringan Kekerabatan Antropologi Indonesia (JKAI)

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.