Kolom Acha Wahyudi: KAWANKU JUSTRU MAKIN KAYA

Eh, temen-temen, aku punya cerita, neh. Ada temenku yang dulu orangnya asyiek banget! Suka nanjak gunung, humanis, pecinta lingkungan, dan hidup santai berkecukupan. Namun, sejak 2013 menjelang Pilpres, orang baik itu mendadak ketularan virus gurun yang menjadi epidemi di negeri ini.

Menurut pengakuannya, saat ini usaha konveksinya menjadi barokah tambah sukses. Kesuksesan itu diraihnya sejak merubah model busana yang dijual, dari produksi baju anak perempuan berenda dan baju-baju yang masih memperlihatkan auroot, yang biasa dia masukkan ke Dept store kelas atas milik taipan-taipan tapir, menjadi baju muslimah menyapu lantai tak lupa cadarnya. Pun celana-celana cingkrang gemesin itu, dimana mayoritas bahan baku, alat bantu dan alat produksinya masih buatan pabrik-pabrik milik pengusaha tekstil keturunan India dan Tionghoa atau malah langsung import dari negara tapir setapir-tapirnya.

Rezekinya juga mendadak berlimpah sejak rumah yang dibeli dengan pinjaman KPR Bank Tapir dijual, karena dia berkeyakinan harus membersihkan semua harta yang didapat dari praktek riba, yang selama ini mereka jalani tidak sesuai dengan ketentuan agama.

Pertinyiinnyi, kalau rumah yang mengandung riba itu dijual, apakah uang hasil penjualan rumah itu bukan termasuk hasil riba? Hmm… gue juga penasaran, masa iya sih transaksi ga pakai uang? Barter gityuu? Biuuh… Atau apa iya dia merubah alat bantu transaksi jual beli pakai keping emas atau logam mulia seperti ratusan  ribuan tahun lalu?

Ngerti ga sih, kalo Uang Kartal maupun Uang Giral dan E-money juga adalah produk perbankan ciptaan kaum Yahudi? Dimana bank pertama milik konglomerat Yahudi diluncurkan di Venisia dan Florence, Itali.

Bank Syariah yang saat ini menjamur di mana-mana di Indonesia tidak lain adalah BKPP, Bank Konvensional Bercadar dan Bertopeng. Jelas Bank Syariah masih tunduk dan menjalankan operasional perbankan sesuai dengan aturan Bank Indonesia yang jelas menganut aturan Perbankan Internasional, yang jauh dari kriteria khilafah yang selalu didengungkan dalam tausiah-tausiah orang-orang yang mendadak ‘Ngustadz’ tanpa sertifikasi, yang banyak wira-wiri di tipi dan majlis ta’lim beberapa tahun belakangan ini. Hiks …..

Bank Syariah hanya merubah istilah yang dipakai dalam perbankan konvensional dengan istilah berbau bahasa Arab. Seperti Mudharobbah, Nisbah… sebagai pengganti istilah Akad kredit dan Bunga, dll.

Pernah denger ga kalau ada Bank Syariah sebagai pemberi modal sama-sama rugi bareng debitur saat usaha debitur tersebut merugi sesuai dengan angan-angan indah yang dijanjikan dari sistem Bank Syariah? Itu semua cuma omong kosong! Debitur tetap harus melunasi hutangnya atau jaminannya disita. Just like conventional banks.

Dan yang lebih menggemaskan lagi, mereka ga nggeh kalau banyak Bank Syariah milik kaum tapir. Alhamdulillah…. sungguh Tapir nan barokah!

Kesimpulan dari cerita ini (ga tahu nyambung apa engga… hehe), jangan percaya para haters Pak Jokowi yang ngakunya hidup makin susah. Contohnya temenku yang dilalahe haters ini juga ternyata malah tambah kaya! Jadi mo kaya itu mudah. Selama bisa melihat dan menangkap peluang, orang bisa kaya.

Yang sushi itu menjadi cerdas dan tetap waras!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.