Kolom Eko Kuntadhi: HANYA KAMPRET YANG SUKA KEGELAPAN

Korupsi biasanya hadir di ruang-ruang gelap kekuasaan. Ketika sebuah kebijakan publik dibicarakan dalam ruangan tertutup, korupsi biasanya tumbuh dengan subur. Di sanalah pengetahuan rakyat diserimpung.

Maka, jalan satu-satunya untuk mengurangi korupsi adalah dengan membuka selebar-lebarnya akses informasi kepada publik. Kebijakan dibicarakan seperti perdebatan di TV. Jika itu terjadi, mana berani orang berniat kong kali kong menggarong duit rakyat.

Itu dilakukan Ahok saat menjabat jadi Gubernur DKI. Rakyat kaget waktu Pemda DKI memvideokan rapat-rapat pejabat. Rakyat jadi tahu, bagaimana birokrasi bekerja. Pejabat juga akan takut nyolong, karena mata rakyat terus mengawasi kinerjanya.







Ini adalah tradisi luar biasa, ketika informasi tentang bagaimana kebijakan publik dibuat dianggap sebagai hak rakyat juga untuk tahu. Dengan membuka ruangan menjadi terang benderang itulah, Ahok memerangi tikus di Pemda DKI.

Bukan hanya dijadikan sebagai tradisi. Ahok juga membuatkan dasar hukum, bahwa rapat-rapat penting pejabat publik di DKI wajib dibuat dokumentasi videonya. Bahkan dia mewajibkan video itu ditayangkan ke publik.

Pergub itu ditandatangani Gubernur DKI Jakarta pada tanggal 16 Agustus 2016, Pergub Nomor 159 Tahun 2016 tentang Penayangan Rapat Pimpinan dan Rapat Kedinasan Pengambilan Keputusan Terkait Pelaksanaan Kebijakan pada Media Berbagi Video.

Pada pasal 2 poin ke dua Pergub tersebut tertulis tujuan penayangan video untuk menjamin hak warga agar bisa mengetahui proses kebijakan publik, pengambilan keputusan, dan alasannya.

Penayangan video rapat juga bertujuan menciptakan pemerintahan yang transparan, efektif, efisien, akuntabel, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Pada Pasal 4 pergub itu, diatur mekanisme penayangannya. Penayangan video dilaksanakan paling lama 3 hari setelah pelaksanaan rapat pimpinan dan rapat kedinasan.

Sayang, Pemda DKI sekarang malah tidak mau meneruskan pergub tersebut. Alasannya, katanya, lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya.

Pertanyaannya, mudharat buat siapa? Publik Jakarta pasti bisa merasakan manfaat dari Pergub tersebut karena semua kebijakan publik bisa terang benderang. Bukan seperti main petak-umpet. Warga bisa mengawasi sekaligus juga ikut berpartisipasi dalam pembangunan Jakarta.

Oh, mungkin lebih banyak mudharatnya buat pejabat. Sebab dengan ditayangkannya video rapat, maka seluruh kepentingan pribadi pejabat dan peserta rapat di sana yang mau mencurangi duit rakyat, jadi terhambat. Buat apa mereka takut ditayangkan rapat-rapat itu, jika mereka memang bekerja buat rakyat.

Transparansi adalah syarat utama pemberantasan korupsi. Bahkan Ahok sudah berfikir sampai ke sana dengan membuat Pergubnya. Pejabat Pemda diberi gaji besar, tetapi juga dituntut untuk bekerja serius. Hilangkan kebiasaan main proyek atau memperkaya dirinya sendiri dengan mengakali kebijakan.




Tapi sekarang, era gelap-gelapan akan dimulai lagi. Kekuasaan dan kebijakan hanya dibicarakan di ruang-ruang tertutup.

“Kalau rakyat butuh videonya, bisa ambil di Balai Kota,” kata Sandiaga Uno.

Lha, ditayangkan saja. Kalau memang tidak ada yang disembunyikan, kenapa harus takut? Tidak menayangkan video rapat dalam 3 hari setelah rapat berlangsung jelas melanggar Pergub No. 159 tahun 2016. Akan aneh jika Gubernur dan Wakil Gubernur melanggar Pergub. Ini jelas tidak beretika. Atau buat saja Pergub baru, untuk menyembunyikan rapat-rapat itu.

Lalu jendela Balaikota pun dipasangi tirai.

“Mas, tahu kampret? Hewan itu lebih suka beraktiftas saat gelap. Kalau terang mereka tidur,” celetuk Bamang Kusnadi.








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.