Kolom Juara R. Ginting: BELAJAR DARI KASUS CERDAS BARUS

Di sebuah grup fb nasional, tiba-tiba saja seseorang memaki-maki panitia pelaksana PON yang sedang berlangsung (2021). Katanya, “kok tiba-tiba saja GM Cerdas Barus bermain di PON sekarang ini mewakili Papua?”

Menurut si pemaki, dia pernah bertemu Cerdas Barus di Bali.

Saya tidak mengerti apa relevansinya dia menyebutkan pernah bertemu Cerdas Barus di Bali. Tapi, yang jelas, dia mau menunjukan kebobrokan Pemerintah Indonesia yang tercermin dalam permainan curang Kontingen Papua akibat ketidakbecusan Panitia PON.

Itulah contoh orang-orang yang “nunggu-nunggu taik anyut” untuk bisa menyerang Pemerintahan Jokowi. Tapi sebenarnya punya pengetahuan picik tentang persoalan yang dia bahas.

Akhirnya dia terdiam ketika ada orang yang mengatakan, “menurut peraturannya, siapa saja bisa mewakili provinsi mana saja untuk PON asal saja sudah 2 tahun paling tidak memiliki KTP provinsi itu.”

Saya pun geleng-geleng kepala membaca hal itu. Apa dia tidak tahu bahwa hal seperti itu sudah berlangsung sejak beberapa PON yang lalu? Saya ingat pecatur Nasib Ginting juga pernah mewakili salah satu provinsi di Kalimantan.

Lebih jauh lagi, apa dia tidak tahu beberapa pebulutangkis Indonesia bermain mewakili negara lain untuk Olimpiade? Bahkan seorang mantan Juara Dunia Bulu Tangkis Putri dari Indonesia bermain untuk Negeri Belanda.

Setahuku, banyak sekali pelari-pelari dari Kenya yang dinaturalisasi di Belanda untuk mewakili Belanda di Olimpiade.

PON adalah turunan Olimpiade, makanya peraturan PON umumnya mengikuti atau tidak melanggar peraturan Olimpiade.

Hal sama terjadi dengan KBB. Pernah saya mengatakan kalau senina berakar di kata dasar ina. Langsung saja sebagian orang-orang Batak mengatakan ina atau inang adalah kosa kata Batak.

Waduh, kesannya bagi orang-orang Karo yang tak memahami persoalan justru saya yang bodoh. Mereka tidak tahu kalau ina adalah kosa kata Austronesia. Bahasa Austronesia tersebar luas di Asia Tenggara plus Afrika paling Selatan (Pantai Gading), Madagaskar, Taiwan, dan mempengaruhi Bahasa Polinesia seperti halnya di Hawai.

Saya ingatkan yang dekat-dekat saja, Mak Inang Pulau Kampai (Melayu) dan sarina di dalam Bahasa Gayo. Apa reaksi yang saya dapatkan?

“Semua itu Bahasa Batak,” kata mereka.

Kusukula, sama dengan kasus Cerdas Barus. Ketidaktahuan dijadikan alat menyerang dan, bahayanya, kebodohan membebek di belakangnya. Sama juga dengan kasus Bumi Rata.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.