Kolom Juara R. Ginting: ETIKA POLITIK — Ade Armando dan Kaesang Pangarep Sami Mawon

“Mengapa bukan itu yang kalian gugat?” kira-kira begitu Ade Armando merespon tuduhan BEM UGM itu.

Timbullah suasana memanas di media sosial maupun di dunia lapangan sampai warga Yogyakarta menyerukan untuk menangkap Ade Armando. Tak kalah serunya warganet Indonesia sedunia menyalahkan Ade Armando tidak paham sejarah.

Dengan cepat, Ade Armando meminta maaf kalau pernyataannya itu telah mengundang kerusuhan di tengah-tengah masyarakat. Tak lupa dia mengimbuhkan kalau pernyataannya itu tadi tidak ada kaitan apapun dengan keanggotaannya di Partai Sosialis Indonesia (PSI).

Sementara Sultan Hamengkubowono X menanggapi kekisruhan ini dengan terlebih dahulu mengingatkan siapapun boleh berpendapat apa saja mengenai Kesultanan Yogyakarta. Lalu, Sultan menegaskan kalau keistimewaan Kesultanan Yogyakarta sudah diatur di dalam Undang-undang yang berlaku syah di negara kita. Sultan menjalankan undang-undang.

Kemudian kita mendengar/ membaca berita kalau Ketua PSI (Kaesang Pangarep) menegur Ade Armando. Mendengar/ membaca berita ini membuat saya terkesima sejenak.

“Siapa Kaesang merasa pantas menegur Ade Armando yang PhD dan dosen senior di Universitas Indonesia?” begitulah hatiku berkata.

Bagi kebanyakan orang Indonesia mungkin merasa aneh pula mengapa saya mempertanyakan seperti itu. Bagi kalian mungkin wajar saja seorang ketua partai menegur anggotanya apalagi si ketua partai itu adalah putranya Presiden RI.

Bagi saya, pertama-tama, Ade Armando sudah mengumumkan pendapatnya itu adalah pribadi tidak ada hubungannya dengan keanggotaannya di PSI. Ke dua, seorang ketua partai dalam hal ini wajib melindungi anggotanya. Bukan dengan menyatakan anggotanya itu benar, tapi dengan berbagai cara mengurangi kemarahan orang-orang terhadapnya.

Misalnya dengan mengatakan kalau Pak Ade Armando sudah meminta maaf dan dia akan mengingatkannya untuk tidak lagi terlalu gampang menyampaikan penilaian terutama terhadap simbol-simbol kebanggaan masyarakat.

Ternyata Kaesang tidak punya etika. Sebagai seorang Indonesia seharusnya dia menghormati usia Ade Armando yang jauh lebih tua dari dirinya. Sebagai seorang kaum terpelajar seharusnya Kaesang menghormati pendidikan tinggi Ade Armando dengan profesi dosen senior pula yang jelas-jelas menunjukan dia bukan orang bodoh.

Seperti saya katakan kepada seorang teman lewat telepon kemarin. Saya pribadi hanya berani mengatakan kalau Ade Armando kecolongan. Saya tidak akan berani menuduh dia tidak mengetahui sejarah DI Yoyakarta. Kalau diperdebatkan di dunia ilmiah akademik, belum tentu Ade Armando menerima dia salah.

Dari satu sisi lain memang itu adalah sebuah dinasti keluarga. Tapi, tahu sejarah tidak sama dengan paham sejarah. Ada dua hal penting yang membuat negara dan kita Bangsa Indonesia pantas menghargai keistimewaan Kesultanan Yogyakarta.

Pertama, sebagaimana banyak orang telah menjelaskannya, terutama di masa kepemimpinan Sultan Hamengkubuwono IX, Kesultanan Yogyakarta telah memberi sumbangan keuangan yang besar sekali terhadap NKRI. Lihat link di bawah ini.

https://www.sorasirulo.com/kolom-sri-nanti-jogjakarta/

Ke dua, Kesultanan Yogyakarta adalah kebanggaan orang-orang Jawa khususnya orang Yogyakarta. Bukan hanya kaum bangsawannya, tapi dari golongan paling atas sampai paling bawah.

Dari sisi itu, kelalaian Ade Armando adalah terlalu mengandalkan pengetahuannya tapi minus etika. Sama saja dengan Ketua PSI yang tidak beretika merasa pantas menegur Ade Armando. Mentang-mentang anak presiden.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.