Kolom Juara R. Ginting: PERJUANGAN GENDER PERJUANGAN KBB

Seorang teman terkesan dengan dilibatkannya anak-anak perempuan, tidak hanya anak-anak laki, menghantar para pemain bulutangkis tampil di lapangan menjelang tanding. Saya timpali, pertandingan internasional tunggal putra dan ganda putra juga sudah sering dipimpin oleh wasit perempuan.

Singkat cerita, kesetaraan gender yang telah sedemikian lama diperjuangkan sudah mulai menunjukan hasil.

Kesetaraan gender bukanlah sebuah perjuangan “baru kemarin”. Ini perjuangan yang dilakukan sudah sejak sangat lama dan bukan pula tidak lewat perlawanan “berdarah-darah”. Tantangan datang tidak hanya dari pihak laki-laki, tapi juga dari perempuan-perempuan itu sendiri serta lembaga-lembaga pemerintahan dan agama.

Demikian juga ketika kami mengumandangkan KBB (Karo Bukan Batak) lebih 20 tahun silam di internet. Kami dicacimaki oleh orang-orang Karo sendiri. Kadang kami dituduh sedang memecahbelah Suku Batak, memecahbelah sesama orang Karo, mau menghancurkan GBKP (Gereja Batak Karo Protestan), mau mengadakan pembangkangan terhadap NKRI, dan lain sebagainya.

Belum lagi kalau kami dikatakan orang bodoh, tidak pernah sekolah, tidak kenal sejarah, dan lain-lain.

Sekarang semakin banyak orang Karo yang terbuka matanya dan Gerakan KBB semakin meluas. Bukan hanya sekedar ikut-ikutan, tapi juga menyadari apa akar permasalahan dengan menemukan sendiri berbagai informasi lewat internet.

Demikian juga halnya ulasan saya kalau Suku Karo tidak mengenal Rakut Sitelu melainkan Sangkep Nggeluh yang terdiri dari 4 komponen:

1. Sembuyak
2. Senina
3. Anak Beru
4. Kalimbubu

Bisa dibayangkan kalau saya mendapat tuduhan bertubi-tubi hanya agar berbeda dengan Batak. Bahkan ada yang menuduh saya bermaksud merusak adat Karo.

Demikian juga ketika saya katakan bahwa penerima mas kawin (tukur) masing-masing adalah seorang perempuan yang kemudian membagikannya kepada para anggota sembuyak suaminya yang dipersepsikan sebagai anak-anaknya.

Awalnya saya dibantah kalau semua penerima mas kawin adalah laki-laki. Berikutnya ada yang menerima hanya Sirembah Ku Lau (turang bapa sitersereh) (the bride’s father’s sister) satu-satunya penerima mas kawin yang perempuan. Fase berikutnya ada yang mengakui Perbibin (senina nande tersereh) (the bride’s mother’s sister) adalah perempuan ke dua yang menerima mas kawin.

Sampai pada fase itu, saya sampaikan pula kalau mas kawin itu diserahkan kepada ibu pengantin perempuan (nande sitersereh) (the bride’s mother) diiringi ucapan: “Enda tendi anakndu ndai, aloken!” (Terimalah kembali tendi anakmu).

Sebagian diberikan di atas pinggan dan ibu pengantin perempuan kemudian meletakannya di atas kepalanya tanda dia menerimanya. Ada yang menggendongnya seperti menggendong bayi yang baru lahir.

Kalau Sirembah Ku Lau, Perbibin, dan Batang Unjuken sudah nyata adalah perempuan, mengapa sulit menerima Singalo Bebere adalah juga perempuan, yaitu mami sitersereh (the bride’s mother’s brother’s wife)? Tiga diantara empat penerima mas kawin sudah diakui adalah perempuan.

Sebagian orang masih menolak dengan mengatakan tak satupun penerima mas kawin itu adalah perempuan. “Perempuan dibeli oleh suaminya dan menjadi milik suaminya,” kata mereka.

Mereka tidak sadar kalau ucapan mereka itu adalah berteori. Hanya saja mereka tidak sempat memikirkan apakah teori mereka itu berdasarkan fakta atau data-data valid dan seberapa banyak sudah diuji.

Di sisi lain, gagasan kita sedikit sekali kadar teorinya untuk tidak mengatakannya sama sekali tidak berteori. Pendapat kita bisa langsung diamati di lapangan. Di dalam Metodologi Penelitian itulah yang dinamakan immediate experience (pengalaman langsung).

Demikian kemarin di sebuah grup fb Karo seseorang membuat pertanyaan mana yang sering kam dengar di losd-losd dalam pelaksanaan sebuah upacara Karo.

1. Mari hadir kam ke tengah sekeluarga bersama Rakut Sitelundu
2. Mari hadir kam ke tengah sekeluarga bersama Sanggkep Nggeluhndu

Hampir semua menjawab nomor 2. Bahkan ada yang menegaskan tak pernah mendengar dalam upacara Karo istilah Rakut Sitelu diucapkan kecuali Sangkep Nggeluh.

Di grup lain ada juga yang membela Rakut Sitelu dengan mengatakan Sembuyak adalah bagian dari Senina. Kalau dia memang benar, mengapa orang-orang menulis Rakut Sitelu terdiri dari Sembuyak, Anak Beru, dan Kalimbubu?

Baiklah, kalau disebut terdiri dari Senina, Anak Beru, dan Kalimbubu maka mereka bisa berkelit Sembuyak sudah ada di dalam Senina. Tapi, sering kali ditulis Sembuyak, Anak Beru, dan Kalimbubu. Ke mana Senina?

Ada lagi yang mengatakan Sembuyak dan Senina adalah sama. Mengapa di Tutur Si 8 dan Perkade-kaden 12 tersebut keduanya Sembuyak dan Senina sehingga jumlah 8 atau 12? Kalau Sembuyak dan Senina adalah sama, dan sama artinya dihitung satu, maka tidak ada Tutur Si 8 melainkan Tutur Si 7 dan tidak ada Perkade-kaden 12 melainkan Perkade-kaden 11.

Singkat cerita, Rakut Si Telu penuh dengan ketidakjelasan karena itu memang sebuah teori dan prosesnya menjadi teori tidak pernah mendapat penjelasan. Dengan kata lain kebanyakan orang Karo menelan bulat-bulat Rakut Si Telu tanpa memahami apa yang mereka telan itu.

Sementara kami mengetengahkan Sangkep Nggeluh yang diangkat dari fakta dimana semua orang bisa mengamatinya (seh matandu ernehen).

Gerakan KBB sangat mirip dengan perjuangan kesetaraan gender. Kita pernah memiliki kesetaraan gender sebelum Masa Kolonial. Perlahan konsep Barat mempengaruhi jalan pikiran orang-orang Karo sehingga menganggap perempuan sebagai sesuatu yang dibeli melalui perkawinan.

Padahal, amati sendiri dengan kasat mata. Apakah ibumu betul tunduk kepada ayahmu atau keluarga ayahmu? Amati pula siapa penggerak perekonomian di Kabupaten Karo. Ibu-ibu atau bapa-bapa?

Kesetaraan gender bagi Barat adalah sebuah revolusi atau pencapaian dunia baru yang tidak pernah mereka punya, sementara bagi Karo adalah gerakan untuk kembali kepada apa adanya Masyarakat Karo itu. Agar tidak tertipu lagi dengan teori-teorian.

Begitu juga KBB hanyalah sebuah perjuangan untuk mengembalikan apa adanya Suku Karo. Tidak disibukkan dengan teori-teorian.

Anggota Sanggar Seni Sirulo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.