Kolom Muhammad Nurdin: GERAKAN “GANTI PRESIDEN” TAK CUMA MAU GANTI PRESIDEN

Gerakan yang mengambil tagar #2019GantiPresiden pada akhirnya tak sekedar ingin menghentikan incumbent 2 periode. Gerakan ini sudah terlanjur disusupi banyak pihak. Sehingga, gerakan ini tidak murni gerakan politik semisal #Jokowi2Periode. HTI, NII dan pihak-pihak yang menganggap Pancasila thagut, hormat bendera haram, kita lihat bersama diam-diam mendapatkan momen untuk “sedikit demi sedikit” menciptakan chaos.

Sejak kasus penistaan agama “abu-abu” yang menimpa Ahok, banyak pihak yang gak akan jauh-jauh dari gerakan ganti presiden memanfaatkan momen emas ini. Stabilitas dalam negeri mulai terganggu. Banyak energi tersita untuk meredakan aksi ini. Bahkan, Ahok harus rela dirinya ditumbalkan untuk menghentikan gerakan-gerakan susulan.

Saya tahu bahwa aksi Bela Islam tak sekedar “Bela Islam”. Islam agama sempurna, untuk apalagi dibela? Apa Allah tidak sanggup menjaga keparipurnaan agama-Nya?

Jelas, ada agenda lain di balik aksi ini. Makanya, saat Aksi 212 terjadi, 7 juta orang menyesaki Monas. Beberapa orang ditangkap, termasuk Ahmad Dhani, yang disinyalir akan melancarkan aksi makar dengan menunggangi Aksi 212. Gerakan ganti presiden tak jauh beda dengan aksi-aksi Bela Islam. Gerakan ini punya agenda ganda, sebab akan ada banyak pihak yang terlibat dan menunggangi.

2011 silam di Suriah, gerakan semacam #2019GantiPresiden juga terjadi. Pada dasarnya, di negara-negara Timur Tengah, demo-demo anti pemerintah sudah biasa terjadi. Yang membedakannya adalah gerakan untuk menggulingkan Bashar al-Assad telah dirancang jauh-jauh hari.

Yang bermain adalah kelompok yang sama seperti di Mesir dan Libya. Siapa lagi kalau bukan Al-Qaeda. Tapi Al-Qaeda bukan pemain tunggal, bukan juga sponsor utama. Di belakang mereka ada sebuah kepentingan besar untuk satu tujuan: MINYAK.

Indonesia sebagai negara dengan jumlah umat Islam terbesar di dunia bisa menjadi ancaman Barat. Belum lagi kekayaan alamnya yang menakjubkan dan beraneka ragam. Negara mana yang enggak ngiler melihat negeri ini? Dengan jumlah umat Islam sebesar itu, potensi konflik dan perang saudara tentunya amat besar jika keadaan sosial dan politiknya bisa dicopy-paste seperti di Mesir, Libya dan Suriah. Kalau itu terjadi, potensi kerusakannya amat besar.

Sayangnya, Indonesia tak seperti Suriah. Negeri ini memiliki Pancasila yang menyatukan seluruh anak negeri. Kita mampu menanggalkan sekat-sekat agama, suku, ras juga bahasa. Ini yang bikin pusing para pembawa “Arab Spring” ke Bumi Nusantara.

Belum berkuasa secara konstitusi saja mereka telah mampu mengantarkan orang tak bersalah seperti Meiliana ke jeruji besi. Kita juga sudah lihat Ahok bisa dipenjarakan lewat tekanan massa. Akan banyak ketidakadilan tercipta atas nama “Bela Agama” atau atas nama “Bela Islam” atau “Bela Tuhan”.




Padahal, jika kita berkaca dan melihat Suriah lebih dekat, betapa dampak kerusakan yang terjadi di sana amat parah. Ratusan ribu orang terbunuh, jutaan orang mengungsi, kelaparan di mana-mana, dan ini berlangsung dari 2011. Entah sampai kapan akan berakhir?

Apakah kita akan memberi ruang untuk “Arab Spring” masuk ke negeri ini?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.