M.U. Ginting: NEO TERORISME?

M.U. GINTING 3Banyak pernyataan yang simpang siur soal kematian Siyono. Ini bikin publik bingung tak ada kepastian. Tetapi, pastilah semua akan jadi jelas juga karena adanya keterbukaan dan partisipasi publik, sebagai kekuatan baru benang merah Abad 21. Semua juga menginginkan kejelasan dan keadilan sejauh mungkin di kalangan satu bangsa ini, tanpa campur tangan pihak luar. Campur tangan pihak luar sudah terus-terusan terjadi sejak Orba, sudah banyak bikin korban, pecah belah dan juga kerugian besar dalam bentuk SDA yang dikeruk terus-terusan tanpa dipersoalkan, seperti SDA Papua yang katanya dikasih 1%.

Apakah 1% atau 0,001% tak ada yang tahu karena tak ada keterbukaan, tak ada yang menuntut kerterbukaan juga. Harta kita diserahkan ke orang luar dan kita dikasih imbalan 1%. Enak sekali bagi orang luar ini.

Sekarang, mari kita selesaikan sendiri (sesama satu bangsa) problem kita yang diakibatkan oleh campur tangan orang luar itu. Ini termasuk juga terorisme yang dipaksakan dari luar.

Terorisme di Indonesia bukanlah buatan dalam negeri. Tak ada kaitannya dengan agama Islam, kata wapres JK, Tak pula neo terorisme 2perlu ditakuti, kata Presiden Jokowi setelah teror Thamrin ditumpas oleh aparat keamanan kita dalam waktu menit-menitan saja. Hebat memang Indonesia. Pengaruh kata-kata Jokowi-JK cepat berkumandang di LN terutama setelah teror Burssel itu.

Selain itu, sudah banyak akademisi dunia yang bikin analisa ilmiah soal terorisme belakangan ini. Salah satu ialah dari AS, seorang akademisi dan penulis terkemuka Dr. Michael Chossudovsky bilang bahwa ’”The so called war on terrorism is a front to propagate America ’s global hegemony and create a New World Order. Terrorism is made in USA , The global war on terrorism is a fabrication, a big lie.” ’Jadi, terorisme kita itu adalah barang import dari luar, tak ada kaitannya dengan negara Islam walaupun Indonesia terbanyak penduduknya yang beragama Islam.

Banyak yang masih belum jelas memang, soal-soal yang masih bersimpang siur sekitar Siyono. Dari terduga ke tersangka, outopsi atau tak outopsi Siyono, outopsi permintaan keluarga atau tidak, kematian Siyono karena melawan atau tak melawan . .  

neo terorismeIni dia berbagai kenyataan yang telah melahirkan berbagai PEMBOHONGAN PUBLIK yang sangat MENYOLOK dari satu institusi besar negara besar RI, Institusi Kepolisian!

“Belakangan Mabes Polri menyebut Siyono di kasus neo terorisme. Ini akrobat terminologi,” kata Busyro.

Mabes Polri belum pakai istilah terakhir yang dipakai di rapat internasional terorisme yang baru lalu di Geneva, dimana istilah ’terorisme’ diganti dengan istilah ’extrimisme’ atau ‘extrimisme kekerasan’ oleh Ban Ki Moon. Mabes Polri pakai istilah ‘neo terorisme’, wow . . .

Di Jeneva dan di Indonesia ada perubahan istilah! Apa karena ‘terorisme’ lama sudah mulai diragukan oleh publik dunia, ya? Kok namanya mesti diganti, modernisasi? Apa ada juga neo JI? JI yang lama memang terlihat sudah tak begitu mantap.




Dari fakta pembohongan publik ini, sudah waktunya banyak DICOPOT, seperti kata politikus PKS yang meminta Kadiv Humas Polri Irjen Anton Charliyan dicopot. Formula Ahok pecat, pecat dan pecat, atau Formula Jokowi, ’reward and punishment’ adalah dua ide baru abad 21 yang sangat mujarab mengobati administrasi dan birokrasi. Sudah terbukti bahwa kedua formula ini (Ahok dan Jokowi) sangat efektif bikin reform dan perubahan dalam semua jenjang birokrasi RI.

Mari Pak Jokowi, jangan khawatir, rakyat mendukung. Hanya tindakan perubahan yang bisa melahirkan suatu perubahan. Ini juga jelas adalah manifestasi Revolusi Mental dalam praktek.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.