Kolom Boen Syafi’i: DAHULU PARANG SEKARANG BESI

“Cak, politik itu dinamis jangan fanatik terhadap satu sosok saja. Sekarang, lawan besoknya kawan, sekarang kawan besoknya menikam dari belakang,” kata kang Paidi kepada saya.

Memang benar apa yang dikatakan kang Paidi, karena realitas politik di negeri memanglah demikian.

Jokowi waktu diusung oleh PKS di Pilwakot Solo dipuji-puji prestasinya dan di kampanyekan sebagai Muslim yang taat. Tentang isu PKI waktu itu? Jauh dan tidak ada sama sekali.

Berlanjut di Pilgub DKI Jakarta, Jokowi Ahok diusung oleh Gerindra. Bahkan Prabowo sendiri mengatakan: “Jokowi adalah pemimpin terbaik yang dipunyai negeri ini.” Tentang isu dikuasai China? Jauh juga, dan waktu itu gak ada sama sekali.

Baru saat Jokowi bertarung di Pilpres 2014 dan berpisah dengan PKS serta Gerindra, isu PKI dan isu Chinanisasi ujug-ujug bin tiba-tiba muncul menyerangnya. Padahal, sewaktu di Pilwakot Solo dan Pilgub DKI Jakarta yang diikuti oleh beliau, isu-isu tidak pernah ada sama sekali. What’s wrong kura-kura, ya, akhi ya vusi?

Inilah dinamika politik. Dulu kawan sekarang lawan. Dulu dicap muslim taat, sekarang difitnah PKI. Dulu dicap Nasionalis, sekarang difitnah Chinaisasi.

“Dan, siapa juga yang fanatik terhadap Jokowi, kang?” tegasku kepada kang Paidi.

Karena perjuangan saya bukan untuk Jokowi. Perjuangan saya bahkan lebih besar lagi, yakni untuk budaya bangsa, NKRI serta idiologis Pancasilanya. Agar filosofis guyub rukun dan saling bertoleransi hasil warisan leluhur kami, tidak digantikan dengan budaya intoleran, kekerasan dan suka perang milik mereka.

Sedangkan yang saya perjuangkan ini kontras sekali dengan manusia intoleran serta penjajah budaya bangsa, yang berada di satu gerbong dengan si Prabowo Subianto. Inilah alasan utama saya mendukung Jokowi dan “memusuhi” Jendral Kardus yang pernah kabur ke Yordania.

“Pakne, kenapa sih kaum intoleran itu sering teriak-teriak syirik terhadap kesenian budaya bangsa kita? Emange syirik itu apa, sih, pakne?”.

“Syirik itu daun yang bisa digunakan untuk menghentikan mimisan itu, lho, bune”.

“Weladalah, itu daun Sirih pakne, bukanya daun Syirik”.

“Wong Ediaaaaaan”.

Salam Jemblem..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.