Kolom Nisa Alwis: BELUM FINAL — Selasa Kebaya

Jika ada yang memandang pakai kebaya lalu rambut digelung terbuka sudah mustahil, kita sama. Itu pernah saya rasakan juga. Dulu saya mengira jalan hidup saya final, sudah tidak mungkin berubah. Terlebih telah berjilbab sangat lama sejak di bangku sekolah menengah.

Harus diakui, di antara nilai-nilai budaya dan ajaran keagamaan belakangan terbentang dinding yang tinggi. Padahal, semula semua sejalan saja dalam harmoni.

Di pusaran perubahan trend busana yang dianggap utama, islami dan syar’i, pakaian tradisional dianggap kurang rapih, kurang nutup, kurang longgar, kurang sopan, kurang baik dan benar.

Pakaian yang ideal itu yang tertutup sempurna, bila perlu hanya menyisakan sepasang mata saja seperti yang dipakai wanita-wanita Yaman sana. Deal, banyak jemaah terpanah asmara, dan itu WAJIB hukumnya.

Saya memilih menembus dinding tebal itu, meski sangat sulit dan berliku. Saya memutuskan angkat tangan tidak bertahan mengajarkan ini turun temurun ke anak cucu. Bagi saya, ada banyak sekali nilai-nilai kebaikan tanpa harus mengadopsi cara hidup yang kaku.

Soal pakaian, yang terbaik adalah yang nyaman dan fleksibel sesuai konteks. Selalu berharap negeri ini aman damai, adil makmur, terjaga nilai-nilai tradisinya yang luhur.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.